Khitbah

Khitbah atau Peminangan
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Sumber: al-manhaj

Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya.” [1]

Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” [2]

Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

أُنْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” [3]

Imam at-Tirmidzi rahimahullaah berkata, “Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya.”

Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama, ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan lainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama adalah melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam. [4]

Ketika Laki-Laki Shalih Datang Untuk Meminang
Apabila seorang laki-laki yang shalih dianjurkan untuk mencari wanita muslimah ideal -sebagaimana yang telah kami sebutkan- maka demikian pula dengan wali kaum wanita. Wali wanita pun berkewajiban mencari laki-laki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَانْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.

“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.’” [5]
 

Sabtu, 14 April 2012

Alhamdulillah Prosesi Khitbah sudah terlaksana. Keluarga besar dari bapak Sapari datang ke keluarga besar Bapak Bohari di Jl. Bintara VI No.3 pada hari Sabtu, tanggal 14 April 2012. Dengan ini maka Riska Nur Barokah telah resmi di khitbah oleh Atut Priyono.

_________________________________________________________________
Footnote
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5142) dan Muslim (no. 1412), dari Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/334, 360), Abu Dawud (no. 2082) dan al-Hakim (II/165), dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1087), an-Nasa-i (VI/69-70), ad-Darimi (II/134) dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1511).
[4]. Lihat pembahasan masalah ini dalam Syarhus Sunnah (IX/17) oleh Imam al-Baghawi, Syarh Muslim (IX/210) oleh Imam an-Nawawi, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/97-208, no. 95-98) oleh Syaikh al-Albani, al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah (V/34-36) oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah dan Fiqhun Nazhar (hal. 82-89).
[5]. Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1085). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1022).